ISLAM NUSANTARA DAN BERBAGAI ALIRAN DI INDONESIA (1)
Babak Pertama; Mencari Pemimpin Pengganti Nabi
Akhir-akhir
ini sering kali muncul berbagai masalah ke-Islaman yang sangat menyita
perhatian masyarakat. Mulai dari Nabi palsu, permasalahan Ahmadiyah,
hingga tentang faham Syi’ah. Hal ini sangat menyibukkan berbagai lembaga
keagamaan. Baik lembaga yang berada di bawah naungan negara seperti
MUI, Kementerian Agama, DPR komisi VIII atau lembaga Islam yang mandiri
seperti NU, Muhammadiyah dan organisasi-organisasi Islam yang lain.
Tidak sedikit yang menganalisa bahwa kejadian-kejadian itu merupakan
bagian dari permainan politik kekuasaan. Ada juga yang mati-matian
menyebutkan bahwa fenomena ini murni bersifat ideologis. Dan ada pula
yang melihat dari kaca mata ekonomi. Oleh karena itu, sebelum kita
ikut-ikutan berkomentar, alangkah baiknya jika kita tahu duduk
persoalannya. Kapan, bagaimana dan dimana mereka mulai ada? Konteks
sosial seperti apa yang mendorong lahirnya berbagai aliran tersebut?
Barulah setelah itu kita bisa memposisikan mereka dalam ruang ke-Islaman
Nusantara ini.
Dengan demikian tulisan ini tentunya akan kembali ke masa lalu.
Menelisik sejarah awal semenjak kelahiran Islam di Makkah, kemudian
perpindahan dari Rasulullah ke khulafaurrasyidin, hingga transformasi
kekuasaan ke beberapa khalifah. Dan yang tidak bisa diabaikan adalah
berbagai kondisi sosial-politik yang melingkupi perjalanan Islam hingga
muncul berbagai perbedaan pemahaman akidah.
Masyarakat Arab dan Lahirnya Islam
Tulisan ini diawali dengan sebuah fragmen kecil yang bercerita
tentang kisah Afif al-Kindi. Afif al-Kindi adalah seorang pedagang yang
sering datang dan pergi dari dan ke Makkah. Maklumlah Makkah adalah
sebuah bandar perdagangan besar pada zamannya (hingga sekarang). Makkah
adalah kota strategis untuk berdagang. Karena semenjak zaman Nabi
Ibrahim Makkah selalu dikunjungi oleh berbagai suku dari macam-macam
bangsa. Selain mempunyai tujuan utama beribadah menziarahi Ka’bah
Baitullah, orang-orang itu juga datang dengan membawa berbagai barang
dagangan untuk saling ditukarkan.
Suatu hari pada musim haji Afif al-Kindi datang ke Makkah dengan membawa
barang dagangan. Ditengah kesibukan dagang ia berjumpa dengan al-Abbas
paman Rasulullah saw. dengan asyiknya mereka berdua saling bercengkrama.
Membahas berbagai hal dan informasi. Sebagai pedagang luar, Afif
al-Kindi banyak mengorek informasi dari al-Abbas, mulai dari masalah
perdagangan, wisatawan, hingga isu-isu terbaru di kota Makkah? Tiba-tiba
saja di saat mereka tengah berbincang, mata Afif al-Kindi menatap
seorang laki-laki yang sedang shalat menghadap ka’bah lalu disusul
seorang perempuan dan seorang pemuda yang turut shalat bersamanya.
Sebagai orang asing, Afif al-Kindi melihat hal itu merupakan suatu
keanehan. Maka iapun bertanya kepada al-Abbas “agama apakah itu?”.
Al-Abbas Menjawab “Itu adalah Muhammad Ibnu Abdullah putra saudara
laki-lakiku. Dia menganggap dirinya utusan Allah (rasulullah) yang
berobsesi menggulingkan Persia dan Romawi. Sedangkan perempuan itu
adalah Khodijah, istri Muhammad, ia percaya dengan apa yang disampaikan
suaminya. Dan pemuda itu adalah Ali bin Abi Thalib, ia juga percaya pada
apa yang disampaikan Muhammad”. Al-Abbas masih melanjutkan perkataannya
“Tak-ku lihat seorangpun (selain tiga orang ini) di muka bumi yang
memeluk agama ini”. Kemudian Afif al-Kindi berkata: “Semoga aku menjadi
orang yang ke empat”.
Sedari awalnya, Nabi Muhammad saw memang menggandengkan cita-cita
perjuangan Islam dengan penggulingan dua kekuasaan dominan, yakni obsesi
untuk menaklukkan imperium Persia dan Romawi (Bizantium) sebagai
adikuasa dunia saat itu. Nabi Muhammad saw. melihat penaklukan itu
sebagai jalan kesuksesan dakwah Islam di dunia selanjutnya. Kekuasaan
bukan tujuan utama, melainkan sebagai wasilah memuluskan jalan
penyebaran Islam. Di sisi lain, pemilihan isu penaklukan bangsa Romawi
dan Persia yang diangkat oleh Nabi Muahmmad saw. berfungsi untuk menarik
perhatian dan menyatukan ambisi politik masyarakat Arab. Wacaana
politik ini ternnyata turut menentukan genealogi kemunculan beberapa
kelompok (firqah) dalam Islam.
Secara sosiologis, karakter dan lingkungan Arab yang dikelilingi padang
pasir juga mempengaruhi watak bangsa Arab. Watak alami pasir itu selain
susah disatukan juga bersifat tidak stabil atau labil. Ini sesuai dengan
kaedah linguistik bahwa kata (عرب ( berarti bergerak, berubah atau
labil. Sehingga al-wasith mengungkapkan kata kerobak dengan (عربة.)
Watak ini secara tidak langsung menjadikan bangsa Arab sulit –kalau
tidak mustahil- bersatu. Watak itu juga membuat mereka menjadi bangsa
yang memiliki fanatisme tinggi sekaligus fatalisme yang mengakar. Tidak
mengherankan jika mereka saling bermusuhan antar suku (kabilah) meskipun
hanya mengenai urusan sepele. Misalnya hanya karena persoalan salah
menghormati tamu berkobarlah perang fijar. Dalam Sirah Nabawiyah Juz I,
Ibn Hisyam menerangkan bahwa perang Fijar terjadi ketika Nabi saw
berusia 14 tahun atau 15 tahun, perseteruan tersebut antara bani Quraisy
yang didukung Kinanah dengan Bani Qais ‘Ailan.
Di tengah-tengah bangsa seperti itulah Allah swt. mengutus Rasulullah
saw, untuk membawa misi Islam (risalah Islamiyyah) yang lebih menekankan
rehabilitasi moral (akhlaq), persaudaraan (ukhuwah) dan persatuan.
Selama kurang lebih 23 tahun beliau mampu meredam fanatisme kesukuan
yang telah tertanam dalam diri mereka menjadi fanatisme Islam. Mereka
semula bangga dengan gelar kesukuan seperti al-Taymi, al-Adiy,
al-Najjariy dan sebagainya, berubah menjadi gelar yang bertalian dengan
Islam seperti al-Siddiq, al-Faruq, al-Murtadha dan sebagainya.
Namun, prestasi cemerlang itu tidak bisa dipertahankan terus.
Persaudaraan yang tercipta pada masa Nabi Muhammad saw, sebagai
manifestasi “semangat keislaman” (ghirah Islamiyyah) mengalami
kemunduran. Sejarah mencatat bahwa setelah Rasulullah SAW wafat bahkan
sebelum jenazah beliau dimakamkan, sudah terjadi perdebatan sengit
mengenai pengganti (khalifah) nabi sebagai pemimpin Islam. Menurut
banyak sumber sejarah, diantaranya Tarikh Ibn Ishak, ta’liq Muhammad
Hamidi menerangkan bahwa Rasulullah saw. wafat pada hari Senin tanggal
12 Rabi’ al-Awwal tahun 11 H. dalam usia enam puluh tiga tahun. Namun
jenazah beliau barulah dikebumikan pada hari Rabunya Sehingga dalam
waktu tiga hari para sahabat justru sibuk mengurusi soal khalifah.
Begitu juga keterangan Ibn al-Atsir dalam al-Kâmil fi aI-Târikh, Juz II,
Perdebatan berlangsung di Saqifah Bani Sa’ad yang melibatkan golongan
Anshar (Aus dan Khazraj) dan golongan Muahajirin. Di sana terdengar
suara minor, “dari pihak kami ada seorang pemimpin, dari kamu juga ada
seorang pemimpin”. Perdebatan di Saqifah bani Sa’ad tersebut berakhir
dengan terpilihnya Abu Bakar al-Shiddiq sebagai khalifah pertama.
Reaksi atas terpilihnya Abu Bakar sebagai khalifah segera berdatangan.
Ada sebagian orang yang menyatakan kesetiaan dengan melantik (membai’at)
secara spontan. Tetapi ada juga orang yang tidak bersedia membai’at
bahkan tidak sedikit yang menyatakan keluar dari Islam (murtad). Berikut
ini suatu gambaran riddah-nya (kemurtadan) bangsa Arab waktu itu:
“ketika Rasulullah SAW, wafat dan Abu Bakar mengirim pasukan yang
dipimpin Usamah, maka bangsa Arab murtad. Suasana menjadi panas. Semua
suku murtad kecuali suku Quraisy dan Tsaqif. Semakin kuat posisi
Musailamah dan Thulhah. Mayoritas suku Thayyi’ dan Asad berkumpul di
rumah Thulaihah. Suku Ghathfan murtad mengikuti “Uyainah ibn Hashn. Ia
berkata: seorang nabi dari kubu Asad dan Ghathfan lebih aku sukai dari
pada seorang nabi dari suku Quraisy….
Fakta sejarah di atas kalau dianalisis secara cermat memberikan indikasi
bahwa munculnya fanatisme kesukuan bangsa Arab pasca Nabi sulit
dibendung lagi. Sikap bangsa Arab yang susah untuk bersatu kambuh lagi.
Kondisi seperti itu masih ditambah lagi dengan keengganan Ali ibn Abi
Thalib untuk membai’at Abu Bakar sebagai khalifah. Baru setelah
istrinya, Fatimah Zahra binti Muhammad saw, wafat Ali menyatakan bai’at.
Pada saat itu, meskipun umat Islam masih satu dalam masalah aqidah dan
syari’ah, namun mereka sudah mulai terkoyak-koyak dalam kehidupan
politik (siyasah). Inilah yang nantinya menjadi awal lahirnya berbagai
firqah dalam Islam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar