Jumat, 09 Desember 2011

Pidato Ketua Umum PBNU Pada Forum Perdamaian Timur Tengah Peran Nahdlatul Ulama dalam Konflik Timur Tengah


Pidato Ketua Umum PBNU Pada Forum Perdamaian Timur Tengah
Peran Nahdlatul Ulama dalam Konflik Timur Tengah
Kepada Yang Terhormat:
Presiden RI,  Susilo Bambang Yudhoyono
Raja Arab Saudi
Raja Jordania
Presiden Syiria
Presiden Mesir
Ketua OKI sekaligus Perdana Menteri Malaysia, Abdullah Badawi
Ketua Rabitah Ma’ahidil Islam
Pimpinan Hamas dan Fatah dari Palestina
Mufti Sunni Mesir
Mufti Sunni  Syiria
Mufti Sunni Lebanon
Mufti Syi’ah Iran
Mufti Sunni Jordani
Ketua Umum PP Muhammdiyah, Prof Dr  Din Syamsuddin
 
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Syukur alhamdulillah berkat taufiq dan hidayah serta Inayah Allah Swt., pada hari ini tanggal 3 hingga 4 April 2007 ini, PBNU memperoleh kehormatan besar menjadi panitia penyelenggara Forum Perdamaian Timur Tengah. Kegiatan ini bisa terselenggara karena dukungan yang tak henti-hentinya dari para ulama, mufti dan pimpinan negara Islam Timur Tengah.
Peran Ketua OKI yang sekaligus Perdana Menteri Malaysia, Abdullah Badawi juga begitu besar atas terselenggaranya forum ini. Dalam perbincangan kami beberapa waktu di Jakarta, saudara kita Abdullah Badawi menunjukkan kepedulian yang tinggi terhadap terciptanya perdamaian permanen dalam konflik Timur Tengah, juga terhadap proses ukhuwah Islamiyah di antara negara Islam di dunia ini.
Peran yang begitu besar juga ditunjukkan oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono yang mendorong dan mememfasilitasi terselenggaranya forum ini sejak awal. Berkat dukungan dan bantuan dari Presiden SBY, kami bersama Menteri Luar Negeri, Hassan Wirayudha bertemu dengan sejumlah ulama dan pimpinan negara Timur Tengah untuk minta dukungan dan persetujuan terselenggaranya forum ini di Istana Bogor, Indonesia ini.
Untuk itu kami mengucapkan banyak terimakasih kepada para ulama, para Mufti dan pejababat negara Islam di Timur Tengah, dan sekaligus kami ucapkan selamat di Indonesia. Walaupun di tengah perjalanan kami cukup was-was sehubungan dengan terjadinya voting yang diambil oleh kelompok 15 DK PBB yang memutuskan memberi sanksi kepada Iran. Tentu keputusan ini tidak dikehendaki oleh kita semua. Namun apa boleh buat, semua sudah terjadi. Kita tidak boleh berhenti berjuang untuk menciptakan perdamaian di Timur Tengah, yang selanjutnya jika terjadi suasana aman dan tenteram di Timur Tengah dan negera-negara Islam, kita melangkah lebih jauh untuk meningkatkan kerjasama yang lebih erat dan intensif lagi dalam rangka mewujudkan izul Islam wal muslimin.
Hadirin Yang terhormat
Kesadaran Berukhuwah Islamiyah Terselanggaranya forum ini, didorongan oleh keprihatinan menatap kondisi umat Islam dalam pentas global. Dalam korun tiga abad belakangan ini, kondisi umat Islam di berbagai belahan dunia begitu memprihatinkan dalam berbagai lini kehidupan. Meski secara ekonomi, memang ada sebagian negara-negara Islam yang membanggakan berkat kekayaan alamnya berupa minyak. Namun, harus diakui bahwa negara-negara Islam baik dalam bagian-bagiannya, maupun secara keseluruhan tidakberada dalam posisi suprioritas atau menjadi subyek yang menentukan dalam percaturan global. Negara-negara Islam hingga detik ini, masih menjadi negara-negara inferior, tidak menentukan dan bahkan kerapkali menjadi ’bidak catur’ yang gampang diatur oleh negara Super Power. Negara-negara Islam, menjadi sub-ordinasi dan dihegemoni oleh negara-negara maju.
Kesenjangan kaya-miskin dan lemahnya ukhuwah Islamiyah di antara negara-negara Islam Timur Tengah telah dijadikan target dan obyek untuk dipecah belah oleh negara- maju. Negara-negara Islam didesain terpolarisasi: ada yang dijadikan kawan dan ada yang dijadikan lawan. Kondisi ini secara tidak disadari telah menjadikan negara-negara Islam sebagai medan adu domba (divide et empera), sehingga negara Islam yang satu dilumpuhkan dan dihancurkan oleh negara Islam lainnya.
Rapuhnya persatuan dan kesatuan dan semangat tolong menolong atau ta’awun antara sesama negara Islam, menjadikan sasaran empuk bagi musuh untuk digiligir, ditaklukkan satu persatu. Celakanya proses penaklukkan satu negara justru dibantu oleh negara Islam lainnya. Lihat misalnya, hancur luluhnya Afghanistan diserang Amerika dan sekutunya difasilitasi dan dibantu oleh Pakistan.
Dalam perang Irak-Iran, Irak dibantu Amerika. Namun, justru ketika Perang Teluk I, Irak malah diserang AS dan sekutunya justru dibantu oleh negara tetangganya, Arab Saudi dan sebagainya. Perang teluk II, yang menyebabkan Irak akhirnya hancur luluh seperti sekarang ini, sebenarnya tidak karena invasi AS dan sekutunya melainkan dukungan dan fasilitas yang diberikan oleh negara-negara Islam juga.
Kini, ada tanda-tanda Iran akan menjadi sasaran selanjutnya. Dan lagi-lagi negara-negara Islam dalam posisi tidak berdaya, menghadapi keroyokan negara kuat dalam kelompok 15 negara DK PBB. Apakah keputusan Resulosi PBB yang memberi sanksi bagi Iran tidak bakal dijadikan dasar legitimasi bagi AS dan sekutunya untuk kembali menginvasi Iran sebagaimana telah dilakukan  terhadap Irak? Wallahu’alam bishshawab.
Hadirin, peserta Forum yang berbahagia
Kenyataan yang memprihatinkan kalangan negara-negara Islam itulah yang mendorong Nahdlatul Ulama, sebagai jam’iyah Islam dengan anggota yang mencapai 60 juta umat, yang mempunyai jamaah terbesar di dunia, untuk menggerakkan ukhuwah Islamiyah di kalangan umat Islam seluruh dunia. Meski, posisi umat Islam Indonesia tidak lebih baik dari negara-negara lainnya. Namun, hal itu tidak menjadikan kami untuk berkecil hati demi terwujudnya perjuangan mulia ini. Sesungguhnya, berdasarkan musyawarah kami dengan berbagai ulama dan mufti-mufti agama Islam di Timur Tengah serta para pejabat negara-negara Islam, kini telah muncul harapan besar yang akan menjadi pendorong arus kesadaran untuk kembali memperkokoh ukhuwah Islamiyah.
Dalam perbincangan kami dengan Panglima Hamas, Khaleed Meshaal di Damaskus, misalnya kami berdiskusi seru soal mengapa Hamas dan Fatah berkelahi antar sesama muslimnya. Padahal mereka mestinya bersatu padu melawan penjajah Israel yang telah melakukan pendudukan selama 60 tahun di Palestina. Kami nyatakan kepada pimpinan Hamas bahwa perkelahian sesama muslim akan menguntungkan musuh Israel, karena akan mendapatkan kemenangan gratis. Kami bilang jangan pernah berharap penjajah akan melakukan amal sholeh buat kemerdekaan Palestina.
Penderitaan dan penindasan selama 60 tahun yang dialami muslim Palestina, tidak seberapa jika  dibandingkan dengan penjajahan bangsa dan umat Islam Indonesia yang telah dijajah oleh Belanda selama 350 tahun. Namun, karena berkat perjuangan para ulama di negeri ini, sehingga bangsa dan umat Islam bersatu padu berhasil mengusir musuh.
Sesungguhnya bukanlah persenjataan yang canggih yang ditakuti musuh-musuh negara-negara Islam, melainkan mereka takut kalau umat Islam bersatu menegakkan ukhuwah Islamiyah.
Demikian juga, ketika kami berkdiskusi dengan sejumlah  tokoh sunni maupun syi’ah di Timur Tengah  tentang terjadinya konflik sektarian di Irak pasca invasi Amerika antara sunni-syi’ah. Para ulama sepakat, bahwa bertahun-tahun di Irak tak pernah terjadi konflik antara sunni versus Syi’ah. Justru mereka terbiasa dengan saling bertetangga dan bahkan melakukan perkawinan antara sunni-syi’ah. Terjadinya konflik, justru setelah pasca invasi AS dan sekutunya.
Ketegangan Sunni lawan Sunni pun juga terjadi antara sunni Lebanon dengan sunni Syuriah, namun itu pemicunya juga karena pihak luar yang memecah belah, terutama setelah terbunuhnya mendiang PM Hariri di Lebanon.
Tumbuhnya kesadaran akan ukhuwah islamaiyah yang awalnya secara sporadis ini yang menjadi  tekad kami untuk terus dimatangkan dan dimantapkan dalam Forum di Bogor ini. Mudah-mudahan semangat ini terus menggelinding sehingga cita-cita yang menjadi dambaan semua umat Islam di dunia, yaitu bangkit dan jayanya kembali Islam dalam pentas global menjadi kenyataan.
Hadirin Yang Diberkati Allah
Islam Rahmatan Lil’alamien: Tawassuth wal i’tidal
Apa yang menjadi modal Nahdlatul Ulama untuk melakukan semua ini? Nahdlatul Ulama mempunyai kredo: Islam Rahmatan Lil’alamien sebagai sumber gerekannya. Islam Rahmatan Lil'alamin bukan hal baru dan istilah qurani yaitu sebagaimana firman Allah dalam Surat al-Anbiya' ayat 107:  ”Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (rahmatan lil’alamin)’’.     
Islam yang dilakukan secara benar akan mendatangkan rahmat, baik untuk orang Islam maupun bagi seluruh alam. Dengan demikian, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa rahtmatan lil’alamin adalah bersatunya kurnia Allah yang terlingkup di dalam kerahiman dan kerahmanan Allah.
Dalam konteks Islam rahmatan lil’alamin, Islam telah mengatur tata hubungan menyangkut aspek teologis, ritual, sosial, dan humanitas. Bagaimana Islam rahmatan lil’alamin dimplementasikan ke dalam NU? NU menerjemahkan konsepsi rahmatan lil’alamin lewat pendakatan tawassuth dan i’tidal yang dikongkritisasikan ke dalam sikap nahdliyah.  Tawassuth atau garis tengah adalah cara membawakan atau menampilkan agama yang kontekstual. Sedangkan i’tidal adalah menyangkut kebenaran kognitifnya. Jadi tawassuth itu menjelaskan posisi, sedangkan i’tidal adalah akurasi dan konsistensi. Penggabungan tawassuth dan i’tidal dapat didefinisikan sebagai pengertian terhadap Islam yang tepat dan benar,  kemudian dibawakan secara metodologi yang benar pula.  Kalau digabungkan melahirkan kebenaran agama yang dibawakan secara benar pula.
Dalam menjalankan posisi  tawassuth dan i’tidal di tengah-tengah masyarakat, NU menggunakan tiga pendekatan, yaitu:
1.      fiqhul ahkam, dalam rangka menentukan hukum fiqih dan ini berlaku untuk untuk umat yang telah siap melakukan hukum positif Islam (umat ijabah).
2.      fiqhu Dakwah dalam rangka mengembangkan agama di kalangan masyarakat luas yang beraneka ragam, sehingga pendekatannya  tidak menggunakan pendekatan fiqih yang legal formal, namun melalui pembinaan (guidance and counseling).
3.       Fiqhu Siyasah,  bagaimana membawakan hubungan agama dengan politik, dan kekuasaan negara.
Tawassuth dan i’tidal  melahirkan langkah lanjutan yaitu tasamuh (toleran),  tawazun (berimbang) dan tasyawur (musyawarah/dialog). Tasamuh, pengertiannnya adalah keseimbangan antara prinsip dan penghargaan kepada prinsip orang lain. Tasamuh lahir karena orang mempunyai prinsip, tetapi menghormati prinsip orang lain.  Mempunyai prinsip, tetapi tanpa menghormati prinsip orang lain mengakibatkan i’tizal (eksklusif), mengaku dirinya yang paling benar. Maka, jika seseorang sudah melakukan tasamuh, maka akan berlanjut dengan melakukan tawazun (kesimbangan-keseimbangan). Dan, jika sudah melakukan tasamuh dan tawazun orang akan terdorong untuk melakukan tasyawur, yaitu melakukan dialog dalam setiap penyelesaian persoalan.
Hadirin Sekalian Seperjuangan
Fikrah Nahdliyyah
Dalam perjalanan waktu, NU telah bersinggungan dan berhubungan dengan organisasi lain, yang sedikit banyak mengubah, bahkan ada kekhawatiran belakangan ini kader NU kehilangan jati dirinya. Bertolak dari fakta sosial dan fakta sejarah inilah, kemudian timbul gagasan untuk membingkai Fikrah Nahdliyah.  Reformulasi Fikrah Nahdliyah dimaksudkan untuk menjaga nilai-nilai historis dan tetap meneguhkan garis-garis perjuangan Khittah 1926, serta menjaga konsistensi warga NU agar berada dalam koridor yang ditetapkan organisasi.
Dengan demikian Fikrah Nahdliyah adalah kerangka berfikir yang didasarkan pada ajaran ahlussunnah waljama’ah yang dijadikan landasan berfikir untuk menentukan arah perjuangan dalam rangka islah al-ummah (perbaikan umat). Dalam merespon permasalahan baik yang berkenaan dengan isu-isu keagamaan maupun kemasyarakatan, NU memiliki manhaj sebagai berikut:
1.      dalam bidang aqidah/teologi mengikuti pemikiran ahlussunnah waljama’ah khususnya pemikiran Abu Hasan al-Asy’ariy dan Abu Mansur al-Maturidiy
2.      dalam bidang fiqih/hukum Islam bermadzhab qauliy dan manhajiy kepada al-madzahib al-Arba’ah
3.      dalam bidang tasawuf mengikuti Syaikh Junaid al-Baghdadiy dan Abu Hamid al-Ghazaliy.
Kemudian ciri-ciri (khashaish) kader yang mempunyai Fikrah Nahdliyah adalah sebagai berikut:
1.      Fikrah Tawassuthiyyah (pola pikir moderat), artinya warga NU senantiasa bersikap tawazun (seimbang) dalam menyikapi berbagai persoalan. Maka, NU tidak tafrith atau ifrath, yaitu melakukan sikap ekstrim baik ekstrim kiri maupun ekstrim kanan.
2.      Fikrah Tasamuhiyyah (pola pikir toleran), yaitu warga NU dapat hidup berdampingan secara damai dengan pihak lain walaupun cara pikir, budaya dan aqidahnya berbeda.
3.       Fikrah Islahiyyah (pola pikir reformatif), artinya warga NU senantiasa mengupayakan perbaikan menuju ke arah yang lebih baik (al-islah ila ma huwa al-ashlah).
4.      Fikrah Tathowwuriyyah (pola pikir dinamis), artinya warga NU senantiasa melakukan kontekstualisasi dalam merespon berbagai persoalan.
5.      Fikrah Manhajiyyah (pola pikir metodologis), artinya warga NU selalu menggunakan kerangka pikir yang mengacu kepada manhaj yang telah ditetapkan oleh NU.
Wassalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar