Pidato Ketua Umum PBNU Pada Forum
Perdamaian Timur Tengah
Peran Nahdlatul Ulama dalam Konflik
Timur Tengah
Kepada
Yang Terhormat:
Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono
Raja Arab Saudi
Raja Jordania
Presiden Syiria
Presiden Mesir
Ketua OKI sekaligus Perdana Menteri Malaysia, Abdullah Badawi
Ketua Rabitah Ma’ahidil Islam
Pimpinan Hamas dan Fatah dari Palestina
Mufti Sunni Mesir
Mufti Sunni Syiria
Mufti Sunni Lebanon
Mufti Syi’ah Iran
Mufti Sunni Jordani
Ketua Umum PP Muhammdiyah, Prof Dr Din Syamsuddin
Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono
Raja Arab Saudi
Raja Jordania
Presiden Syiria
Presiden Mesir
Ketua OKI sekaligus Perdana Menteri Malaysia, Abdullah Badawi
Ketua Rabitah Ma’ahidil Islam
Pimpinan Hamas dan Fatah dari Palestina
Mufti Sunni Mesir
Mufti Sunni Syiria
Mufti Sunni Lebanon
Mufti Syi’ah Iran
Mufti Sunni Jordani
Ketua Umum PP Muhammdiyah, Prof Dr Din Syamsuddin
Assalamu'alaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Syukur
alhamdulillah berkat taufiq dan hidayah serta Inayah Allah Swt., pada
hari ini tanggal 3 hingga 4 April 2007 ini, PBNU memperoleh kehormatan besar
menjadi panitia penyelenggara Forum Perdamaian Timur Tengah. Kegiatan ini bisa
terselenggara karena dukungan yang tak henti-hentinya dari para ulama, mufti
dan pimpinan negara Islam Timur Tengah.
Peran
Ketua OKI yang sekaligus Perdana Menteri Malaysia, Abdullah Badawi juga begitu
besar atas terselenggaranya forum ini. Dalam perbincangan kami beberapa
waktu di Jakarta, saudara kita Abdullah Badawi menunjukkan kepedulian yang
tinggi terhadap terciptanya perdamaian permanen dalam konflik Timur Tengah,
juga terhadap proses ukhuwah Islamiyah di antara negara Islam di dunia ini.
Peran
yang begitu besar juga ditunjukkan oleh Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono
yang mendorong dan mememfasilitasi terselenggaranya forum ini sejak awal.
Berkat dukungan dan bantuan dari Presiden SBY, kami bersama Menteri Luar
Negeri, Hassan Wirayudha bertemu dengan sejumlah ulama dan pimpinan negara Timur
Tengah untuk minta dukungan dan persetujuan terselenggaranya forum ini di
Istana Bogor, Indonesia ini.
Untuk
itu kami mengucapkan banyak terimakasih kepada para ulama, para Mufti dan
pejababat negara Islam di Timur Tengah, dan sekaligus kami ucapkan selamat di
Indonesia. Walaupun di tengah perjalanan kami cukup was-was sehubungan dengan
terjadinya voting yang diambil oleh kelompok 15 DK PBB yang memutuskan memberi
sanksi kepada Iran. Tentu keputusan ini tidak dikehendaki oleh kita semua.
Namun apa boleh buat, semua sudah terjadi. Kita tidak boleh berhenti berjuang
untuk menciptakan perdamaian di Timur Tengah, yang selanjutnya jika terjadi
suasana aman dan tenteram di Timur Tengah dan negera-negara Islam, kita
melangkah lebih jauh untuk meningkatkan kerjasama yang lebih erat dan intensif
lagi dalam rangka mewujudkan izul Islam wal muslimin.
Hadirin
Yang terhormat
Kesadaran
Berukhuwah Islamiyah Terselanggaranya forum ini, didorongan oleh keprihatinan
menatap kondisi umat Islam dalam pentas global. Dalam korun tiga abad
belakangan ini, kondisi umat Islam di berbagai belahan dunia begitu
memprihatinkan dalam berbagai lini kehidupan. Meski secara ekonomi, memang ada
sebagian negara-negara Islam yang membanggakan berkat kekayaan alamnya berupa
minyak. Namun, harus diakui bahwa negara-negara Islam baik dalam
bagian-bagiannya, maupun secara keseluruhan tidakberada dalam posisi
suprioritas atau menjadi subyek yang menentukan dalam percaturan global.
Negara-negara Islam hingga detik ini, masih menjadi negara-negara inferior,
tidak menentukan dan bahkan kerapkali menjadi ’bidak catur’ yang gampang diatur
oleh negara Super Power. Negara-negara Islam, menjadi sub-ordinasi dan
dihegemoni oleh negara-negara maju.
Kesenjangan
kaya-miskin dan lemahnya ukhuwah Islamiyah di antara negara-negara Islam Timur
Tengah telah dijadikan target dan obyek untuk dipecah belah oleh negara- maju.
Negara-negara Islam didesain terpolarisasi: ada yang dijadikan kawan dan ada
yang dijadikan lawan. Kondisi ini secara tidak disadari telah menjadikan
negara-negara Islam sebagai medan adu domba (divide et empera), sehingga negara
Islam yang satu dilumpuhkan dan dihancurkan oleh negara Islam lainnya.
Rapuhnya
persatuan dan kesatuan dan semangat tolong menolong atau ta’awun antara sesama
negara Islam, menjadikan sasaran empuk bagi musuh untuk digiligir, ditaklukkan
satu persatu. Celakanya proses penaklukkan satu negara justru dibantu oleh
negara Islam lainnya. Lihat misalnya, hancur luluhnya Afghanistan diserang
Amerika dan sekutunya difasilitasi dan dibantu oleh Pakistan.
Dalam
perang Irak-Iran, Irak dibantu Amerika. Namun, justru ketika Perang Teluk I,
Irak malah diserang AS dan sekutunya justru dibantu oleh negara tetangganya,
Arab Saudi dan sebagainya. Perang teluk II, yang menyebabkan Irak akhirnya
hancur luluh seperti sekarang ini, sebenarnya tidak karena invasi AS dan
sekutunya melainkan dukungan dan fasilitas yang diberikan oleh negara-negara
Islam juga.
Kini,
ada tanda-tanda Iran akan menjadi sasaran selanjutnya. Dan lagi-lagi
negara-negara Islam dalam posisi tidak berdaya, menghadapi keroyokan negara
kuat dalam kelompok 15 negara DK PBB. Apakah keputusan Resulosi PBB yang
memberi sanksi bagi Iran tidak bakal dijadikan dasar legitimasi bagi AS dan
sekutunya untuk kembali menginvasi Iran sebagaimana telah dilakukan
terhadap Irak? Wallahu’alam bishshawab.
Hadirin,
peserta Forum yang berbahagia
Kenyataan
yang memprihatinkan kalangan negara-negara Islam itulah yang mendorong
Nahdlatul Ulama, sebagai jam’iyah Islam dengan anggota yang mencapai 60 juta
umat, yang mempunyai jamaah terbesar di dunia, untuk menggerakkan ukhuwah
Islamiyah di kalangan umat Islam seluruh dunia. Meski, posisi umat Islam
Indonesia tidak lebih baik dari negara-negara lainnya. Namun, hal itu tidak
menjadikan kami untuk berkecil hati demi terwujudnya perjuangan mulia ini.
Sesungguhnya, berdasarkan musyawarah kami dengan berbagai ulama dan mufti-mufti
agama Islam di Timur Tengah serta para pejabat negara-negara Islam, kini telah
muncul harapan besar yang akan menjadi pendorong arus kesadaran untuk kembali
memperkokoh ukhuwah Islamiyah.
Dalam
perbincangan kami dengan Panglima Hamas, Khaleed Meshaal di Damaskus, misalnya
kami berdiskusi seru soal mengapa Hamas dan Fatah berkelahi antar sesama
muslimnya. Padahal mereka mestinya bersatu padu melawan penjajah Israel yang
telah melakukan pendudukan selama 60 tahun di Palestina. Kami nyatakan kepada
pimpinan Hamas bahwa perkelahian sesama muslim akan menguntungkan musuh Israel,
karena akan mendapatkan kemenangan gratis. Kami bilang jangan pernah berharap
penjajah akan melakukan amal sholeh buat kemerdekaan Palestina.
Penderitaan
dan penindasan selama 60 tahun yang dialami muslim Palestina, tidak seberapa
jika dibandingkan dengan penjajahan bangsa dan umat Islam Indonesia yang
telah dijajah oleh Belanda selama 350 tahun. Namun, karena berkat perjuangan
para ulama di negeri ini, sehingga bangsa dan umat Islam bersatu padu berhasil
mengusir musuh.
Sesungguhnya
bukanlah persenjataan yang canggih yang ditakuti musuh-musuh negara-negara Islam,
melainkan mereka takut kalau umat Islam bersatu menegakkan ukhuwah Islamiyah.
Demikian
juga, ketika kami berkdiskusi dengan sejumlah tokoh sunni maupun syi’ah
di Timur Tengah tentang terjadinya konflik sektarian di Irak pasca invasi
Amerika antara sunni-syi’ah. Para ulama sepakat, bahwa bertahun-tahun di Irak
tak pernah terjadi konflik antara sunni versus Syi’ah. Justru mereka terbiasa
dengan saling bertetangga dan bahkan melakukan perkawinan antara sunni-syi’ah.
Terjadinya konflik, justru setelah pasca invasi AS dan sekutunya.
Ketegangan
Sunni lawan Sunni pun juga terjadi antara sunni Lebanon dengan sunni Syuriah,
namun itu pemicunya juga karena pihak luar yang memecah belah, terutama setelah
terbunuhnya mendiang PM Hariri di Lebanon.
Tumbuhnya
kesadaran akan ukhuwah islamaiyah yang awalnya secara sporadis ini yang
menjadi tekad kami untuk terus dimatangkan dan dimantapkan dalam Forum di
Bogor ini. Mudah-mudahan semangat ini terus menggelinding sehingga cita-cita
yang menjadi dambaan semua umat Islam di dunia, yaitu bangkit dan jayanya
kembali Islam dalam pentas global menjadi kenyataan.
Hadirin
Yang Diberkati Allah
Islam
Rahmatan Lil’alamien: Tawassuth wal i’tidal
Apa
yang menjadi modal Nahdlatul Ulama untuk melakukan semua ini? Nahdlatul Ulama
mempunyai kredo: Islam Rahmatan Lil’alamien sebagai sumber gerekannya.
Islam Rahmatan Lil'alamin bukan hal baru dan istilah qurani yaitu
sebagaimana firman Allah dalam Surat al-Anbiya' ayat 107: ”Dan tiadalah kami mengutus kamu,
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (rahmatan
lil’alamin)’’.
Islam
yang dilakukan secara benar akan mendatangkan rahmat, baik untuk orang Islam
maupun bagi seluruh alam. Dengan demikian, dapat ditarik suatu kesimpulan
bahwa rahtmatan lil’alamin adalah bersatunya kurnia Allah yang terlingkup di
dalam kerahiman dan kerahmanan Allah.
Dalam
konteks Islam rahmatan lil’alamin, Islam telah mengatur tata hubungan
menyangkut aspek teologis, ritual, sosial, dan humanitas. Bagaimana Islam rahmatan
lil’alamin dimplementasikan ke dalam NU? NU menerjemahkan konsepsi rahmatan
lil’alamin lewat pendakatan tawassuth dan i’tidal yang
dikongkritisasikan ke dalam sikap nahdliyah. Tawassuth atau garis
tengah adalah cara membawakan atau menampilkan agama yang kontekstual.
Sedangkan i’tidal adalah menyangkut kebenaran kognitifnya. Jadi tawassuth
itu menjelaskan posisi, sedangkan i’tidal adalah akurasi dan
konsistensi. Penggabungan tawassuth dan i’tidal dapat didefinisikan
sebagai pengertian terhadap Islam yang tepat dan benar, kemudian dibawakan
secara metodologi yang benar pula. Kalau digabungkan melahirkan kebenaran
agama yang dibawakan secara benar pula.
Dalam
menjalankan posisi tawassuth dan i’tidal di tengah-tengah
masyarakat, NU menggunakan tiga pendekatan, yaitu:
1.
fiqhul
ahkam, dalam rangka menentukan hukum fiqih
dan ini berlaku untuk untuk umat yang telah siap melakukan hukum positif Islam
(umat ijabah).
2.
fiqhu Dakwah dalam rangka mengembangkan agama di kalangan
masyarakat luas yang beraneka ragam, sehingga pendekatannya tidak
menggunakan pendekatan fiqih yang legal formal, namun melalui pembinaan (guidance
and counseling).
3.
Fiqhu Siyasah, bagaimana
membawakan hubungan agama dengan politik, dan kekuasaan negara.
Tawassuth dan i’tidal melahirkan langkah lanjutan yaitu tasamuh
(toleran), tawazun (berimbang) dan tasyawur
(musyawarah/dialog). Tasamuh, pengertiannnya adalah keseimbangan antara
prinsip dan penghargaan kepada prinsip orang lain. Tasamuh lahir karena
orang mempunyai prinsip, tetapi menghormati prinsip orang lain. Mempunyai
prinsip, tetapi tanpa menghormati prinsip orang lain mengakibatkan i’tizal
(eksklusif), mengaku dirinya yang paling benar. Maka, jika
seseorang sudah melakukan tasamuh, maka akan berlanjut dengan
melakukan tawazun (kesimbangan-keseimbangan). Dan, jika sudah melakukan tasamuh
dan tawazun orang akan terdorong untuk melakukan tasyawur, yaitu
melakukan dialog dalam setiap penyelesaian persoalan.
Hadirin
Sekalian Seperjuangan
Fikrah
Nahdliyyah
Dalam
perjalanan waktu, NU telah bersinggungan dan berhubungan dengan organisasi
lain, yang sedikit banyak mengubah, bahkan ada kekhawatiran belakangan ini
kader NU kehilangan jati dirinya. Bertolak dari fakta sosial dan fakta sejarah
inilah, kemudian timbul gagasan untuk membingkai Fikrah Nahdliyah.
Reformulasi Fikrah Nahdliyah dimaksudkan untuk menjaga nilai-nilai
historis dan tetap meneguhkan garis-garis perjuangan Khittah 1926, serta
menjaga konsistensi warga NU agar berada dalam koridor yang ditetapkan
organisasi.
Dengan
demikian Fikrah Nahdliyah adalah kerangka berfikir yang didasarkan pada
ajaran ahlussunnah waljama’ah yang dijadikan landasan berfikir untuk
menentukan arah perjuangan dalam rangka islah al-ummah (perbaikan umat).
Dalam merespon permasalahan baik yang berkenaan dengan isu-isu keagamaan maupun
kemasyarakatan, NU memiliki manhaj sebagai berikut:
1.
dalam bidang aqidah/teologi
mengikuti pemikiran ahlussunnah waljama’ah khususnya pemikiran
Abu Hasan al-Asy’ariy dan Abu Mansur al-Maturidiy
2.
dalam bidang fiqih/hukum Islam
bermadzhab qauliy dan manhajiy kepada al-madzahib al-Arba’ah
3.
dalam bidang tasawuf mengikuti
Syaikh Junaid al-Baghdadiy dan Abu Hamid al-Ghazaliy.
Kemudian
ciri-ciri (khashaish) kader yang mempunyai Fikrah Nahdliyah
adalah sebagai berikut:
1.
Fikrah Tawassuthiyyah (pola pikir moderat), artinya warga
NU senantiasa bersikap tawazun (seimbang) dalam menyikapi berbagai
persoalan. Maka, NU tidak tafrith atau ifrath, yaitu melakukan
sikap ekstrim baik ekstrim kiri maupun ekstrim kanan.
2.
Fikrah
Tasamuhiyyah (pola pikir toleran), yaitu warga
NU dapat hidup berdampingan secara damai dengan pihak lain walaupun cara pikir,
budaya dan aqidahnya berbeda.
3.
Fikrah Islahiyyah (pola pikir
reformatif), artinya warga NU senantiasa mengupayakan perbaikan menuju ke arah
yang lebih baik (al-islah ila ma huwa al-ashlah).
4.
Fikrah
Tathowwuriyyah (pola pikir dinamis), artinya warga
NU senantiasa melakukan kontekstualisasi dalam merespon berbagai persoalan.
5.
Fikrah
Manhajiyyah (pola pikir metodologis), artinya
warga NU selalu menggunakan kerangka pikir yang mengacu kepada manhaj yang
telah ditetapkan oleh NU.
Wassalamu’alaikum
Warahmatullah Wabarakatuh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar