Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar dan Umar
ISLAM NUSANTARA DAN BERBAGAI ALIRAN DI INDONESIA (2)
Kepemimpinan Khalifah Abu Bakar dan Umar
Setelah Rasulullah saw wafat dan Abu Bakar resmi diangkat menjadi
pengganti beliau mewakili suku Quraisy, maka stabilitas politik mulai
terkoyak. Bila dibincangkan lebih lanjut, maka pemurtadan yang marak
terjadi saat itu lebih merupakan pertimbangan politik bukan akidah
semata. Inilah tugas berat Abu Bakar yang harus diselesaikan lebih
dahulu.
Ibn al-Atsir (wafat tahun 630 H/1232 M) mengilustrasikan suasana politik
pasca wafatnya Rasulullah SAW dan dibai’atnya Abu Bakar sebagai
berikut:
“Semenjak Rasulullah Saw wafat dan berita dukanya sampai ke Makkah
dibawa oleh ‘Uttab ibn Usaid ibn Abi al-‘Ash ibn Umayyah, Uttab menyamar
dan mengharap penduduk Makkah yang semuanya hampir murtad kembali
kepada Islam. Kemudian Suhail ibn ‘Amar berdiri di depan pintu Ka’bah
dan berteriak kepada mereka:
Berkumpullah wahai penduduk Makkah…….! kemudian dia berpidato:
“Janganlah kalian menjadi orang yang terakhir masuk Islam kemudian
paling awal murtadnya. Demi Allah, pasti Allah memberi anugrah
sebagaimana yang diucapkan Rasulullah SAW. Beliau bersabda: “Ucapkanlah
besertaku kalimat la ilaha illa Allah, niscaya kamu akan menguasai orang
Arab dan non-Arab. Mereka akan membayar pajak kepadamu”. (Al-Kamil fi
al-Tarikh, Juz II, hal.324).
Dr. Hasan Ibrahim Hasan menambahkan, …..pada saat bani Tsaqif di Thaif
akan menyatakan kemurtadan, Usman ibn Abi al-Ash menyarankan: wahai
warga bani Tsaqif, kamu sekalian merupakan orang yang terakhir masuk
Islam, maka janganlah kalian menjadi orang yang pertama murtad.
Kemenangan Arab merupakana kemenangan keluarga kita. Antara Thaif dan
Makkah masih ada tali persaudaraan (qarabah) dan jalur keturunan
(nasab). Setelah itu mereka semua mempertahankan ke-Islamannya. (Tarikh
al-Islami al-Siyasi wa al-Dini wa al-Tsaqafi wa al-Ijtima’i, juz 1, hal.
346).
Dengan demikian, nampaklah bahwa pada saat itu situasi bangsa Arab
hampir seluruhnya murtad, terkecuali penduduk Madinah yang memang
memiliki keimanan yang handal. Sedangkan penduduk Makkah bertahan dalam
Islam lebih karena harta rampasan perang (ghanimah) dan penduduk Thaif
lebih karena pertalian kabilah.
Syukurlah, Abu Bakar cepat memulihkan stabilitas politik dan keamanan
negara saat itu. Beliau memutuskan untuk menumpas dan memerangi
orang-orang yang murtad, orang-orang yang menolak membayar zakat (inkar
al-Zakat) dan para nabi palsu, meskipun ada sebagian sahabat yang tidak
sependapat dengan langkah tersebut. Pada sisi lain, secara politis Islam
sudah mulai melebarkan sayapnya melakukan ekspansi keluar semenanjung
Arab, seperti ke negara Syam (Syria) dan Persia.
Setelah memerintah selama dua tahun, pada tanggal 21 Jumada al-Akhir 13 H
(22 Agustus 634 M) Abu Bakar wafat. Sepeninggal beliau tampuk khalifah
dipegang oleh Umar ibn Khatab. Suksesi kepemimpinan kepada Umar ini
lebih didasarkan pada pesan (wasiat) Abu Bakar kepada Umar sebagai waliy
al-‘ahdi (baca: putra mahkota). Oleh karena itu wajarlah meskipun Umar
ibn Khatab sukses memimpin negara, masih juga banyak suara sumbang yang
datang dari orang-orang non-Islam yang berkoalisi dengan orang-orang
munafiqin. Puncak kebencian mereka itulah yang menyebabkan Umar ibn
Khatab terbunuh di tangan Abu Lu’lu’ah.
Abu Lu’luah adalah ahli membuat pedang dari kota Kufah. Sebenarnya,
keberadaannya di kota Madinah sejak semula ditolak oleh Umar sebab
seorang tawanan kalau sudah menginjak dewasa tidak diizinkan tinggal di
Madinah, apalagi dia masih memeluk agama Majusi. Kemudian al-Mughirah
sebagai Amir Kufah saat itu menulis surat kepada khalifah dan meyakinkan
tentang pentingnya profesi Abu Lu’lu’ah bagi kepentingan umat Islam.
Akhirnya Umar menyetujui permintaan al-Mughirah tersebut. Lalu datanglah
Abu Lu’lu’ah ke Madinah bahkan ia digaji 100 (seratus) dirham setiap
bulan. Namun, karena ia masih beragama Majusi, maka setiap bulannya
dikenakan kharaj (pajak kepala). Dalam kondisi seperti itu Bani Umayyah
yang dapat dikatakan sebagai oposisi khalifah Umar (karena Umar tidak
berasal dari keturunan Umayyah) menghasut Abu Lu’lu’ah untuk mengajukan
dispensasi kepada khalifah agar terbebas dari kharaj sebab jasanya
terhadap negara sangat banyak. Abu Lu’lu’ah bergegas mengajukan
permintaan tersebut. Namun, khalifah Umar menjawab, “Ini sudah
peraturan, lagi pula gajimu sudah cukup besar”.
Permohonan pembebasan kharaj seperti ini dilakukan oleh Abu Lu’lu’ah
berulang kali, sehingga karena merasa jengkel dan dendam terhadap sikap
Khalifah Umar, ia memberanikan diri membunuh Umar di saat menjadi Imam
shalat Subuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar