Menyelenggarakan
Muktamar di masa penjajahan tentu tidak semudah di masa sekarang. Untuk
penentuan tempat saja tidak cukup izin meminta kepada pemerintah
setempat. Bahkan sering pemerintah setempat melarang daerahnya dijadikan
tempat Muktamar atau kegiatan keagamaan yang terbuka.
Menjelang Muktamar NU ke 4 di Semarang tahun 1929, ini untuk pertama
kalinya Muktamar diselenggarakan di luar kota kelahiran NU Surabaya.
Karena itu maklum kalau perizinan sulit diperoleh dari pemerintah
kolonial. Apalagi saat itu SI merah sedang bergolak di tempat itu.
Menghadapi persoalan ini Kiai Wahab Chasbullah akhirnya pergi ke Batavia
untuk menemui Adviseur voor Inlandsche Zaken (Menteri Urusan Pribumi)
yang dijabat oleh orientalis terkemuka Van der Plas. Ia tinggal di Jalan
Cikini No 12 Menteng di rumahnaya itulah ia menerima Kiai Wahab.
Komunikasi berlangsung dalam bahasa Arab, maklumlah pengganti Snouck
Horgronye ini juga pernah menduduki posisi Snouck sebagai wakil Belanda
di Jeddah.
Kiai Wahab meminta izin dilaksanakannya Muktamar di Semarang dan
diumumkannya hasil Muktamar di Masjid Jami' kota itu. Kiai Wahab
beralasan bahwa yang akan disampaikan itu bukan persoalan politik yang
mengganggu ketenteraman umum, seperti yang dikhawatirkan pemerintah,
tetapi murni masalah diniyah ijtimaiyah.
Selain itu ada beberapa persoalan yang dibawa antara lain soal
pembatasan gerakan NU di beberapa tempat, seperti di Mojokerto, dan
Pekalongan yang dibatasi hanya 50 orang, sementara anggota NU di
kota-kota tersebut lebih dari 2500 orang. Selain itu, Kiai Wahab juga
usul agar dalam menunjuk hoof-penghulu benar-benar memilih orang yang
allamah yakni yang paham betul dalam ilmu keislaman.
Berkat kelihaian Kiai Wahab dalam melobi akhirnya pengumuman hasil
Muktamar diperbolehkan untuk disampaikan di Masjid Jami’ Semarang,
demikian juga pengajian diperbolehkan dilaksanakan di beberapa masjid
kota besar di Jawa.
Sejak saat itu NU berkembang semakin pesat melalui pesantren dan
masjid-masjid besar yang ada di setiap kota. Tulisan ini disarikan dari Oetoesan Nahdlatul Oelama, 1 Rodjab 1347 H, tahun I.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar